(FRAKTUR CRURIS)
A. Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner&Suddart).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner&Suddart).
B. Jenis Fraktur
1.
Fraktur
komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
2.
Fraktur
tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3.
Fraktur
tertutup : fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4.
Fraktur
terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
5.
Greenstick
: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkak.
6.
Transversal
: fraktur sepanjang garis tengah tulang
7.
Kominutif
: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8.
Depresi
: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
9.
Kompresi
: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
10. Patologik : fraktur yang terjadi pada
daerah tulang oleh ligament atau tendo pada daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart (2003) adalah sebagai
berikut:
- Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.
- Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur.
- Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
- Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.
- Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body Mekanik” yang salah seperti mengangkat benda berat.
D. Patofisiologi Nursing Patyways
Trauma langsung, trauma tidak langsung,
kondisi patologis
Fraktur cruris
Diskontinuitas tulang
Diskontinuitas tulang
pergeseran fragmen
tulang
mendesak sel saraf deformitas Perub. Jaringan sekitar
pelepsn histamine keruskan frakmen tlg laserasi kulit
melepaskan katekolamin krepitasi tulang perdarahan
spasme otot putusnya
vena/arteri
Nyeri
|
Kerusakan
integritas kulit
|
Devisit
Volume Cairan
|
emboli
menekan pemb. darah
Penurunan
perfusi jaringan
|
E. Manifestasi Klinis
a.
Nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
b.
Deformitas
karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c.
Terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
d.
Krepitasi
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e.
Pembengkakan
dan perubahan warna local pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan
foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b.
Pemeriksaan
jumlah darah lengkap
c.
Arteriografi
: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d.
Kreatinin
: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
G. Penatalaksanaan Medis & Keperawatan
a.
Recognisi:
melihat kondisi fraktur, luasnya, dan jenis frakturnya
b.
Reduksi
:reduksi fraktur terbuka atau tertutup; tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
c.
Imobilisasi
: dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna/interna, mempertahankan dan mengembalikan
fungsi (pemberiaan analgesik, status neurovaskuler, latihan isometric &
setting otot untuk meminimalkan atrofi otot), melaksanakan manajemen nyeri
d.
Rehabilitasi
H. Komplikasi
a.
Malunion
: tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b.
Delayed
union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
c.
Non
union : tulang yang tidak menyambung kembali
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Data Dasar
a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
keterbatasan mobilitas
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas. Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah). Tachikardi, Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, Capilary refill melambat, Pucat pada bagian yang terkena. Masa hematoma pada sisi cedera
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas. Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah). Tachikardi, Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, Capilary refill melambat, Pucat pada bagian yang terkena. Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
d. Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kramotot
nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kramotot
e. Keamanan
laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal
laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal
2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang/ jaringan lanjut
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi dan kebutuhan
a. Mencegah cedera tulang/ jaringan lanjut
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan
3.
Diagnosa
Keperawatan
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera
jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
b. Nyeri b.d spasme otot, pergeseran fragmen
tulang
c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur
terbuka, bedah perbaikan
4.
Intervensi
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera
jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan :kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperaawatan.
Kriteria hasil:
1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin
2) Mempertahankan posisi fungsi
tulang
3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang
sakit
4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan
aktivitas
Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi
yang diprogramkan
2) Tinggikan ekstrimitas yang sakit
3) Instruksikan klien/bantu dalam latihan
rentang gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
4) Beri penyangga pada ekstrimitas
yang sakit diatas dan dibawah fraktur ketika bergerak
5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan
dalam aktivitas
6) Berikan dorongan adapasi untuk melakukan
AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan ’Awasi tekanan
darah, nadi dengan melakukan aktivitas
7) Ubah posisi secara periodic
8) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
b. Nyeri b.d spasme otot, pergeseran fragmen
tulang
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan
perawatan
Kriteria
hasil:
1) Klien menyatakan nyeri berkurang
2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi
dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Tekanan darah normal
4) Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
nyeri
2. Pertahankan imobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
3. Berikan lingkungan yang tenang dan
berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
4. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5. Jelaskan prosedur sebelum memulai
6. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak
pasif/aktif
7. Dorong menggunakan tehnik manajemen
stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi,
sentuhan
8. Observasi tanda-tanda vital
9. Kolaborasi : pemberian analgetik
c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur
terbuka, bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
1) Penyembuhan luka sesuai waktu
2) Tidak ada laserasi,
3) Integritas kulit baik
Intervensi:
1. Kaji ulang integritas luka dan observasi
terhadap tanda infeksi atau drainase
2. Monitor suhu tubuh
3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering
pada patah tulang yang menonjol
4. Lakukan alih posisi dengan sering,
pertahankan kesejajaran tubuh
5. Pertahankan sprei tempat tidur tetap
kering dan bebas kerutan
6. Masage kulit sekitar akhir gips dengan
alcohol
7. Gunakan tempat tidur busa atau kasur
udara sesuai indikasi
8. Kolaborasi pemberian antibiotik.
DAFTAR
PUSTAKA
Donges
Marilynn, E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3. Jakarta: EGC
Price
Sylvia, A. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jilid2 .Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer
Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah,
Brunner & Suddart. Edisi 8.Vol 3. Jakarta: EGC
Tucker,
Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien,
Edisi V, Volume 3. Jakarta: EGC